PERTANYAAN dalam simulasi judul di atas terinspirasi dari berita dari yang terbit di harian pagi khususnya di Sumatera Selatan.
Kemarin menjadi headline news bertopik Head to Head Pilkada Sumsel pagi ini mendapatkan komentar dari salah satu pasangan bakal calon Gubernur Sumatera Selatan Heri Amalindo – Popo Ali ( HAPAL).
Heri Amalindo yang saat ini menjabat Bupati Penukal Abab Lematang Ilir ( PALI) merupakan kader PDIP. Sedangkan Popo Ali yang merupakan bupati Ogan Komering ulu Selatan adalah kader Golkar.
Di sisi lain DPD partai Golkar Sumsel memastikan hingga saat ini belum ada keputusan resmi siapa kader yang akan diusung, dalam Pilgub Sumsel.
Mengingat dalam usulan sebelumnya terdapat tiga nama kader, Golkar yang diusulkan ke DPD, yaitu Ketua DPD Golkar Sumsel Bobby Adhityo Rizaldi, Ketua Harian DPD sekaligus Ketua DPRD Sumatera Selatan RA Anita Noeringhati ( melihat APK yang telah tersebar) akan berpasangan dengan Mawardi Yahya) , dan kader sekaligus Bupati OKUS Popo Ali. Kesemuanya itu akan diputuskan oleh DPP kata Sekretaris DPD Golkar Sumsel Andie Dinialdie.
Kalau kita analisis secara teoritis ilmu politik, maka tidak akan mungkin kader yang ada dalam satu partai sama sama bertarung. Karena berdampak pada terpecahnya suara partai tersebut. Sehingga salah satunya mungkin tidak ikut pilkada. Jadi kemungkinan besar akan terjadi head to head.
Ada satu lagi pasangan bakal calon yang akan ikut pilkada, ini kita bisa lihat APK yang bersangkutan sudah ada , yang berasal dari partai yang sama dengan pasangan yang lebih dahulu bersosialisasi, tapi mereka dalam satu gerbong partai politik yang sama. Kondisinya serba sulit, akibat akan ada yang berkorban.
Itu secara analisis teoritis. Secara praktis tentu mereka lebih tau. Kadang kadang antara teori dan praktek bisa beda, mungkin juga bertolak belakang.
Jadi kesimpulannya akan terjadi Head to Head bukan tidak mungkin terjadi.
Karena kelihatan hanya baru terlihat siap dan sudah bersosialisasi dengan mata pilih adalah pasangan Herman Deru SH MM dan Cik Ujang ( HD-CU).
Secara hukum semua tidak ada yang salah, hanya kalau kita kaji dari sisi etika ( etika Pancasila) kelihatan kurang ELOK dalam bahasa Melayu.(*)